TERIMA KASIH SELAMAT DATANG

Selamat menikmati lembar pengetahuan yang sederhana ini. Semoga bisa memberi manfaat kepada kita semua khususnya buat kami. Silahkan berbagi pengetahuan agar memberi kebaikan baik bagi diri maupun lingkungan sekitar kita.

Jumat, 29 April 2011

Perbandingan Metoda ID 32E dan VITEK 2 compact GN dengan 16S rRNA sequence dalam Identifikasi Enterobacter sakazakii

Enterobacter sakazakii adalah bakteri atau mikroorganisme dari famili Enterobacteriaceae yang dapat menjadi agen penyebab radang selaput otak/ sumsum belakang, keracunan darah, dan necrotizing ( kematian seluruh sel dalam jaringan atau organ karena luka atau kegagalan suplai darah ) radang usus besar pada bayi, terutama sekali neonates. Sedikitnya 76 kasus infeksi E. sakazakii mengalami 19 kematian pada bayi. Bakteri ini masuk dalam tubuh bayi melalui asupan susu formula yang kurang higienis dalam pengemasan produksi pabrik.
Dalam mengetahui keberadaan bakteri ini digunakan berbagai macam metode penelitian. Metode 16S rRNA Gene Sequencing menjadi acuan bagi metode ID 32E dan VITEK 2 Compact GN karena keakuratannya. Dengan mengkulturkan dalam Trypticase kedelai agar dan diinkubasi pada suhu 36°C untuk 18 sampai 24 jam sebelum ditanamkan pada produk susu olahan pabrik untuk uji.
Setelah beberapa waktu, bakteri di identifikasi dalam susu tersebut. Terbukti 34 jenis terisolasi (28 Enterobacter sakazakii dan 6 Enterobacteriaceae) menggunakan metode ID 32E dan VITEK 2 compact GN. Hasil ini memiliki persamaan dengan metode 16S rRNA Gene Sequencing yang menjadi acuan.

Mitos Terbesar Masyarakat Di Indonesia Dalam Kesehatan

Berbagai Obat penyakit panas Dalam Sangat laris Di Indonesia. Benarkah ada penyakit panas dalam ?

•MITOS : “Panas Dalam” penyebab gangguan tersering dari gangguan tubuh karena makan gorengan, kepanasan atau minum es
• FAKTA : Dalam Texbook Kedokteran tidak ada satupun yang mengatakan penyakit “panas dalam”. Mungkin yang dimaksud panas dalam oleh masyarakat awam adallah setiap gangguan yang terjadi pada saluran cerna mulai dari mulut, perut dan buang air besar. Gangguan itu bisa saja berkaitan dengan gangguan fungsional saluran cerna yang dipicu oleh infeksi virus, alergi makanan atau hipersensitifitas makanan, gangguan endokrin, gangguan metabolik lainnya. Tetapi tidak hubungannya dengan makan goreng-gorengan, makanan berminyak atau minum es.

•MITOS : Penyebab flu atau Infeksi saluran napas (batuk, pilek) karena makan gorengan, minum es, kecapekan, kena hujab, cuaca, kena angin, naik sepeda motor, kena kipas angin, kena debu atau renovasi rumah
•FAKTA : Infeksi saluran napas, flu atau influenza bukan karena penyebab salah satu tersebut dia atas tetapi ditularkan melalui udara atau droplet infection oleh batuk atau bersin, menciptakan udara di sekitarnya yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kotoran burung, air liur, ingus, kotoran dan darah. Infeksi juga terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh penderita misal ingus penderita dapat berpindah ke orang lain melalui salaman tangan, memegang gelas yang sama atau berenang.

•MITOS : Ingus dan dahak warna hijau atau kuning harus diberi antibiotika
•FAKTA : Infeksi saluran napas sebagian besar karena virus. Ingus atau dahak hijau adalah juga bagian dari perjalanan penyakit infeksi yang disebabkan karena virus tidak perlu antibiotika. Beberapa puluh tahun lalu di Amerika Serikat telah dilakukan kerjasama CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan pengertian yang benar kepada masyarakat dan dokter tentang hal itu.

•MITOS : Mi instan (indomi, supermi dll) berbahaya bagi kesehatan
•FAKTA : Selama ini bahan pengawet yang dipakai dalam mi instan telah diteliti dinyatakan aman oleh BPOM. Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration (FDA) menggolongkan Methylparaben dalam kategori Generally Recognized as Safe (GRAS). Artinya, bahan kimia ini bisa dan aman untuk digunakan pada sebagian besar produk makanan. Sebaliknya masyarakat Indonesia khawatir dengan mi instan tetapi tidak pernah takut dengan mi telor, mi keliling atau mi industri rumahan lainnya yang sebagian besar malah tidak diketahui secara pasti bahan dan jumlah bahan pengawet yang dipakai. Sampai sekarang belum ada penelitian sedikitpun yang membuktikan bahwa mis instan sebagai penyebab kanker, karena gangguan pencrnaan atau bwrbagai gangguan lain yang selama ini dikawatirkan,

•MITOS : Demam berdarah seringkali disertai Tifus. Widal dan pemeriksaan IgM anti tifus positif pasti kena tifus.
•FAKTA : Ternyata pemeriksaan widal dan IgM tifus spesifitasnya rendah. Seringkali nilainya meningkat pada infeksi DBD atau infeksi virus lain meski penderita tidak mengalami penyakit tifus. Hal inilah yang menyebabkan overtreatment dan overdiagnosis penyakit tifus tinggi.

•MITOS : Sariawan karena kurang vitamin C
FAKTA. : Sariawan dalam dunia medis disebut dengan aphtous stomatitis. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun ada banyak faktor yang diyakini berkaitan dalam memicu terjadinya sariawan. Di antaranya adalah alergi makanan, menurunnya sistem imun (kekebalan tubuh), stress, trauma pada jaringan lunak dalam rongga mulut (seperti tergigit yang berulang-ulang), kurang nutrisi, atau disebabkan karena obat-obatan tertentu. Bila sariawan terjadi berulang-ulang dan hilang timbul, maka disebut recurrent aphtous stomatitis

•MITOS : Berbagai keluhan dalam tubuh sering masyarakat Indonesia mengistilahkan sebagai “Masuk Angin”
•FAKTA : Dalam bidang kedokteran tidak ada satu penyakitpun yang disebut “masuk angin”. Mungkin gangguan yang dimaksud dengan “masuk angin” itu adalah berbagai gangguan yang timbul dengan gejala sakit kepala, mual, muntah dan nyeri perut. Berbagai gangguan tersebut tidak ada hubungannya dengan terkena angin tetapi disebabkan karena penyakit infeksi virus, alergi makanan atau gangguan lainnya. Kalaupun angin berpengaruh biasanya disebabkan karena gangguan udara dingin biasanya hanya memperberat gangguan yang sudah ada bukan sebagai penyebab utama. Misalnya bila swmua orang kena flu kalau terkena angin atau udara dingin keluahnnya akan semakin berat

•MITOS : MSG penyebab kanker, sakit kepala, dan gangguan kesehatan lainnya
FAKTA : Selama sudah 100 tahun penggunaan MSG oleh manusia tidak satu bukti penelitianpun yang menunjukkan bahwa MSG berbahaya untuk kesehatan. Sampai sekarangpun hampir seluruh badan pengawasan makanan dunia masih menggolongkan MSG sebagai bahan yang “Generally Regarded as Safe” (GRAS) dan tidak menentukan berapa batas asupan hariannya. MSG tersusun Glutamat, Natrium dan air. Di dalam tubuh, glutamat dari MSG dan dari bahan lainnya dapat dimetabolime dengan baik oleh tubuh dan digunakan sebagai sumber energi usus halus.Bahan ini dibuat melalui proses fermentasi tetes tebu oleh bakteri Brevi-bacterium lactofermentum yang menghasilkan asam glutamat.

•MITOS : MSG jadi penyebab Chinesse Food Syndrome dan sakit kepala
FAKTA : Istilah ini berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Sindrom ini terjadi disinyalir lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan ini kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada 1968. Berbagai penelitian ilmiah selanjutnya tidak menemukan adanya kaitan antara MSG dengan sindrom restoran China ini. Faktanya, mungkin ada sekelompok kecil orang yang bereaksi negatif terhadap MSG sehingga mengalami hal-hal tersebut. Gejala Chinese Restaurant Syndrome amat mirip dengan gejala serangan jantung. Gejala Chineese Restaurant Syndrome ternyata juga mirip gejala reaksi simpanmg makanan atau gejala alergi. Ternyata alergi makanan dan hipersensitifitas makanan dapat menyebabkan gangguan semua organ tubuh termasuk gangguan pembuluh darah, otak, dan gangguan otot dan tulang

Source: Koran Indonesia Sehat Yudhasmara

Waspadai Bahaya Bahan Aditif Dalam Makanan Sehari-hari

Dalam perkembangan teknologi yang sangat pesat juga menyentuh kemajuan industri makanan. Perkembangan industri makanan sangat luar biasa. Saat ini dijumpai sangat banyak variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi konsumsi masyarakat modern. Teknologi industri makanan tidak terlepas dari penggunaan zat aditif dalam makanan dan minuman. Terdapat zat aditif yang aman, beresiko dan berbahaya. Masyarakat harus cermat dalam menmilih makanan dan minuman instan berkaitan dengan penambahan zat aditif tersebut.

Dalam membeli makanan, minuman atau obata-obatan sebaiknya harus mencermati label yang terdapat dalam makanan tersebut. Isi kandungan komponen bahan-bahan yang tertera dalam label tersebut harus diketahui keamanan dan akibat yang bisa ditimbulkannya Selain kandungan utama makanan, minuman atau obat-obatan akan ditemukan komponen lain yang mengandungi berbagai bahan campuran. Bahan-bahan campuran ini diberi nama aditif, contohnya, bahan-bahan campuran yang diberi nama huruf awal “E”, seperti E101 (Riboflavin), E123 (Amaranth), E211 (Natrium Benzoate), E249 (Kalium Nitrit), E322 (Lesitin) dan sebagainya.



Dalam industri makanan modern saat ini diperlukan penggunaan teknologi pengawetan pangan untuk membuat makanan menjadi tahan lama dan tetap berkualitas, Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah memberikan bahan tambahan pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan dan aman untuk dikonsumsi manusia.



BAHAN ADITIF MAKANAN



Aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan yang berguna untuk meningkatkan kualitas, menambahkan kelezatan dan menjaga kesegaran makanan tersebut. Penggunaan aditif sebenarnya bermula sejak ribuan tahun lalu. Nenek moyang kita telah menggunakan garam untuk mengawet daging dan ikan, rempah untuk melezatkan makanan, dan cuka serta gula untuk menyimpan buah-buahan.



Departemen Kesehatan dan BPOM mengistilahkan Bahan aditif Makanan dengan BPT (Bahan Tambahan Pangan ). Bahan Tambahan Pangan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan



Aditif yang bertindak sebagai pewarna telah digunakan untuk memberi warna kuning kepada mentega sejak dahulu kala. Penduduk Asia telah menggunakan sejenis sup atau makanan lainnya dengan pemberian bahan mononatrium glutamat atau MSG, sejak 2.000 tahun lalu.



Manfaat Aditif Makanan



Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan pengawet adalah untuk menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain penyebab pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk itu perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya.



Zat aditif makanan juga untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan. Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut. eran sebagai antioksidan akan mencegah produk pangan dari ketengikan, pencoklatan, dan perkembangan noda hitam. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam.



Berbagai manfaat Aditif Makanan diantaranya adalah



1.Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan.

Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria, fungi atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan.

Antioksidan adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap. Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila terkena udara.

2.Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan.

Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai

3.Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan.

Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa pangan. Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk memenuhi ekspektasi konsumen.

4.Untuk mempertahankan konsistensi produk.

Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang konsisten dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi atau pemisahan fasa cair dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental menghasilkan tekstur yang lembut dan homogen pada pangan tertentu.

5.Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi.

Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung, serelia lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan. Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-masing negara.

Aditif makanan



Aditif Makanan atau Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet (BTP Pengawet). Produk-produk pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak tidak menggunakan bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen.

Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar.



Beberapa produk pangan dalam kemasan yang menggunakan bahan pengawet, misalnya kecap, sambal, selai dan jem dalam botol.

Kedua jenis produk ini setelah dibuka biasanya tidak segera habis, sehingga supaya awet terus pada suhu kamar maka produk ini membutuhkan bahan tambahan pangan pengawet. Agen-agen penstabil dan pemekat seperti garam alginat dan gliserin membuat makanan dan tekstur obat-obatan menjadi rata dan lembut. Agen penghalang kerak memastikan makanan yang berbutir seperti garam dan gula sentiasa berberai. Aditif bermanfaat untuk menawetkan dan meningkatkan nilai nutrisi makanan. Contohnya, vitamin dan bahan galian dicampurkan ringan seperti susu, tepung, dan margarin untuk menciptakan sumber makanan yang seimbang. Aditif yang tergolong bahan pengawet digunakan bagi tujuan pengawetan mengawetkan makanan dalam keadaan baik dan tahan lama. Bahan pengawet seperti garam nitrat dan nitrit amat penting bagi melindungi makanan jenis daging agar terhindar dari ulat dan bakteria clostridium, botulidium mikroorganisma penyebab botulisme atau keracunan makanan.



Antioksidan seperti vitamin C dan vitmain E ternyata dapat mencegah lemak dan minyak di dalam sediaan makanan menjadi masam atau tengik. Antioksidan ini juga digunakan untuk membuat warna isi buah-buahan yang siap dipotong menjadi tahan lama. Tanpa agen antioksidan, warna isi buah epal dengan mudah berubah menjadi hitam dan pucat.



Aditif juga digunakan untuk menaikkan bahan makanan yang dimasak seperti cake dan roti. Bahan penyedap seperti rempah ratus (halia dan bunga cengkih) dan bahan kimia sintetik (monosodium glutamat; MSG) digunakan melezatkan makanan. Bahan pewarna juga sering dicampurkan ke dalam makanan, Contoh bahan pewarna ialah FD&C Yellow No.6 yang digunakan di dalam minuman, makanan ringan dan roti. Bahan pemutih digunakan untuk memutihkan makanan seperti agar-agar dan obat-obatan yang mudah berubah warna terutama ketika di dalam penyimpanan.



PENGAWASAN PENGGUNAAN



Jenis dan jumlah pengawet yang diijinkan untuk digunakan telah dikaji keamanannya. Indonesia menganut Standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission) merupakan organisasi perumus standar internasional untuk bidang pangan.



Berbagai produk dan industri makanan yang ada dsi Indonesia harus dibuat berdasarkan CODEX Alimentarius Commission, badan standar makanan internasional. Menurut Permenkes No.722/1988, bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam makanan dalam kadar tertentu adalah Asam Benzoat, Asam Propionat. Asam Sorbat, Belerang Dioksida, Metil p-Hidroksi Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalium Nitrat, Kalium Nitrit, Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit, Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium Propionat, Natrium Sulfit, Nisin dan Propil-p-hidroksi-benzoit



BAHAN ADITIF ALAMI DAN SINTETIS



Aditif dapat berasal dari sumber alami, contohnya lesitin daripada kacang soya dan jagung atau serbuk pewarna bit daripada lobak bit. Aditif sintetik pula dihasilkan melalui tindak balas kimia. Keaslian aditif sintetik mudah dikenal dalam pembuatan dan pemrosesan bahan makanan tersebut.



BAHAYA BAHAN ADITIF MAKANAN KESEHATAN



Beberapa aditif yang dikaitkan dengan efek samping yang kurang baik adalah pewarna FD&C Yellow No.5 atau tartazin. Tartazin (E102)dilaporkan menyebabkan gatal-gatal kulit yang amat sangat (urticaria) serta pembengkakkan sesetengah tisu lembut seperti kelopak mata, bibir, lidah dan tangan. Namun demikian, gangguan tersebut hanya didapatkan pada 1% dari penggunanya. Oleh sebab itu, penggunaan tartazin tidak dilarang dan maíz diijinkan. Tetapi sebaiknya kandungan zat tersebut seharusnya disertakan dalam label makanan tersebut.



Bahan pemanis berkalori rendah aspartam, pernah dilaporkan membawa kesan camping yang tidak baik bagi penggunanya. Namur sampai saat ini FDA maíz Belem bisa membuktikan bahaya bahan makanan tambahan tersebut. Demikian juga halnya dengan sesetengah aditif makanan yang dicampurkan ke dalam makanan ringan untuk kanak-kanak dan remaja.



Bahan Aditif yang sering mendapat perhatian paling sering adalah monotorium glutamat (MSG). Pada mulanya, bahan ini didapatkan dari sejenis rumput laut.







•Garam atau NaCl

Telah berabad lampau digunakan hingga saat ini sebagai bahan pengawet terutama untuk daging dan ikan. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan dan mengikat air bebasnya, sehingga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir.

Produk pangan hasil pengawetan dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa minggu hingga bulan dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan disimpan selama beberapa jam atau hari pada kondisi lingkungan luar.

Ikan pindang, ikan asin, telur asin dan sebagainya merupakan contoh produk pangan yang diawetkan dengan garam.

•Gula atau sukrosa

Gula atau sukrosa merupakan karbohidrat berasa manis yang sering pula digunakan sebagai bahan pengawet khususnya komoditas yang telah mengalami perlakuan panas. Perendaman dalam larutan gula secara bertahap pada konsentrasi yang semakin tinggi merupakan salah satu cara pengawetan pangan dengan gula. Gula seperti halnya garam juga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir.

Dendeng, manisan basah dan atau buah kering merupakan contoh produk awet yang banyak dijual di pasaran bebas.

•Cuka buah atau vinegar

Merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk mengawetkan daging, asyuran maupun buah-buahan. Acar timun, acar bawang putih, acar kubis (kimchee) merupakan produk pangan yang diawetkan dengan penambahan asam atau cuka buah atau vinegar.

Data pengaturan bahan pengawet dari Codex Alimetarius Commission (CAC), USA (CFR), Australia dan New Zealand (FSANZ) tercatat 58 jenis bahan pengawet yang dapat digunakan dalam produk pangan. Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 telah mengatur sebanyak 26 jenis bahan pengawet.

Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan



Bahan Pengawet Produk Pangan Pengaruh terhadap Kesehatan

Ca-benzoat Sari buah, minuman ringan, minuman anggur manis,

ikan asin Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin

Sulfur dioksida

(SO2) Sari buah, cider, buah kering, kacang kering, sirup, acar Dapat menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan

alergi

K-nitrit Daging kornet, daging kering, daging asin, pikel daging Nitrit dapat mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen, menyebabkan kesulitan bernafas dan sakit kepala, anemia, radang ginjal,

muntah

Ca- / Na-propionat Produk roti dan tepung Migrain, kelelahan, kesulitan tidur

Na-metasulfat Produk roti dan tepung Alergi kulit

Asam sorbat Produk jeruk, keju, pikel dan salad Pelukaan kulit

Natamysin Produk daging dan keju Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan pelukaan kulit

K-asetat Makanan asam Merusak fungsi ginjal

BHA Daging babi segar dan sosisnya, minyak sayur, shortening, kripik kentang, pizza beku, instant teas Menyebabkan penyakit hati dan kanker.



FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk membuktikan bahwa pengawet yang digunakan aman bagi konsumen dengan mempertimbangkan :



•Kemungkinan jumlah paparan bahan pengawet pada konsumen sebagai akibat mengkonsumsi produk pangan yang bersangkutan.

•Pengaruh komulatif bahan pengawet dalam diet.

•Potensi toksisitas (termasuk penyebab kanker) bahan pengawet ketika tertelan oleh manusia atau binatang.

Tips dan Rekomendasi memilih makanan yang aman :



•Pilih pengawet yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah terdaftar di Badan POM RI.

•Pilih produsen makanan yang berskala internasional, bila produsennya tidak dikena sebaiknya harus cermat dalam meneliti label yang ada. Seringkali produsen tidak mencantumkan kandungan bahan aditif sebenarnya dalam labelnya.

•Bacalah takaran penggunaannya pada label.

•Gunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.

•Membaca dengan cermat label produk pangan yang dibeli serta mengkonsumsinya secara cerdas produk pangan yang menggunakan bahan pengawet.









50 Bahan Makanan Yang sebaiknya dihindari



FOOD ADDITIVES WHICH MAY CAUSE PROBLEMS

COLOURS

Artificial colours Allura red AC 129Amaranth 123Azorubine, carmoisine 122Brilliant Black BN 151



Brilliant Blue FCF133



Brown HT, chocolate brown 155



Erythrosine 127



Green S, food green, acid brilliant green 142



Indigotine, indigo carmine 132



Ponceau, brilliant scarlet 4R 124



Quinoline yellow 104



Red 2G 128 *



Sunset yellow FCF 110



Tartrazine 102



Yellow 2G 107

Natural colour Annatto, bixin, norbixin 160b

PRESERVATIVES

Sorbic acids Calcium sorbate 203Potassium sorbate 202Sodium sorbate 201Sorbic acid 200 Benzoic acids Benzoic acid 210Calcium benzoate 213Potassium benzoate 212Sodium benzoate 211

Sulphites(sulfites) Calcium hydrogen sulphite 227*Calcium sulphite 226*Potassium bisulphite 228Potassium metabisulphite 224



Potassium sulphite 225



Sodium bisulphite 222



Sodium metabisulphite 223



Sodium sulphite 221



Sulphur dioxide 220

Antioxidants Butylated hydoxyanisole (BHA) 320Butylated hydroxytoluene (BHT) 321Dodecyl gallate 312Octyl gallate 311



Propyl gallate 310



tert-Butylhydroquinone (TBHQ) 319



Propionic acids Calcium propionate 282Potassium propionate 283Propionic acid 280Sodium propionate 281 Nitrates & nitrites Potassium nitrate 252Potassium nitrite 249Sodium nitrate 251Sodium nitrite 250

FLAVOUR ENHANCERS AND ADDED FLAVOURS

Glutamates Calcium dihydrogen diLglutamate 623Disodium guanylate 627Disodium inosinate 631L-Glutamic acid 620



Hydrolysed vegetable protein, vegetable protein, yeast extract



Magnesium di-L-glutamate 625



Monoammonium L-glutamate 624



Monopotassium glutamate 622



Monosodium glutamate (MSG) 621



Sodium 5′ ribonucleotide 635

Added flavours many



disadur dari Clarke, L and others, Dietitians Association of Australia review paper: ‘The dietary management of allergy and food intolerance in adults and children’, Aust J Nutr & Diet (1996) 53:3; Royal Prince Alfred Hospital Allergy Unit, ‘The Simplified Elimination Diet’, available from dietitians; Dengate, S ‘Fed Up’, Random House, 1998; and Swain A and others, ‘Friendly Food’, Murdoch Books, 1991



Bahan Aditif Makanan Berdasarkan Kode


Pewarna

•100 Turmeric or curcumin, yellow

•101 Riboflavin, lactoflavin, vitamin B2, yellow, failsafe

•102 Tartrazine, yellow #5 DIHINDARI

•103 Alkanet, pink

•104 Quinoline yellow DIHINDARI

•107 Yellow 2G DIHINDARI

•110 Sunset yellow DIHINDARI

•120 Cochineal or carmines, red

•122 Azorubine, carmoisine DIHINDARI

•123 Amaranth DIHINDARI

•124 Ponceau 4R, brilliant scarlet DIHINDARI

•127 Erythrosine DIHINDARI

•128 Red 2G DIHINDARI

•129 Allura red DIHINDARI

•132 Indigotine, indigo carmine DIHINDARI

•133 Brilliant blue DIHINDARI

•140 Chlorophyll

•141 Chlorophyll-copper

•142 Food green S, acid brilliant green DIHINDARI

•150 Caramel

•151 Brilliant black BN DIHINDARI

•153 Carbon black, vegetable carbon

•155 Brown HT, chocolate brown DIHINDARI

•160a Beta-carotene (failsafe)

•160 Carotene

•160b Annatto extracts, bixin, norbixin DIHINDARI

•160e beta-apo-8′ carotenal (new)

•160f E-apo-8′ carotenoic acid (new)

•160e and 160f are too new to have been tested for behavioural toxicity. They might be safe like betacarotene (160a) or harmful like annatto (160b).

•161 Xanthophylls, yellow

•161g canthaxanthin

•161I citranaxanthin

•162 Beet red

•mengandung sodium nitrate (preservative 251) lebih 25 mg/kg.

•163 Anthocyanins, red, blue, violet (from plants)

•170 Calcium carbonate, white (failsafe)

•171 Titanium dioxide, white (failsafe)

•172 Iron oxide – red, black, yellow (failsafe)

•174 Silver

•181 Tannic acid, brown

•Preservatives – sorbates

•200 Sorbic acid DIHINDARI

•201 Sodium sorbate DIHINDARI

•202 Potassium sorbate DIHINDARI

•203 Calcium sorbate DIHINDARI

•Pengawet – benzoates

•210 Benzoic acid DIHINDARI

•211 Sodium benzoate DIHINDARI

•212 Potassium benzoate DIHINDARI

•213 Calcium benzoate DIHINDARI

• 216 Propylparaben

•218 Methylparaben

•Pengawet – sulphites (aka sulfites)

•220 Sulphur dioxide DIHINDARI

•221 Sodium sulphite DIHINDARI

•222 Sodium bisulphite DIHINDARI

•223 Sodium metabisulphite DIHINDARI

•224 Potassium metabisulphite DIHINDARI

•225 Potassium sulphite DIHINDARI

•228 Potassium bisulphite DIHINDARI

•234 Nisin

•235 Natamycin

•242 Dimethyl dicarbonate (bahan baru, belum ada pengklajian)

•Pengawet – nitrates and nitrites

•249 Potassium nitrite DIHINDARI

•250 Sodium nitrite DIHINDARI

•251 Sodium nitrate DIHINDARI

•252 Potassium nitrate DIHINDARI

•Food acids

•260 Acetic acid

•261 Potassium acetate

•262 Sodium diacetate

•262 Sodium acetate

•263 Sodium acetate

•264 Ammonium acetate

•270 Lactic acid

•Pengawet – propionates

•280 Propionic acid DIHINDARI

•281 Sodium propionate DIHINDARI

•282 Calcium propionate DIHINDARI

•283 Potassium propionate DIHINDARI

•290 Carbon dioxide (propellant)

•296 Malic acid (food acid)

•297 Fumaric acid (food acid)

•Antioxidants

•300 Ascorbic acid (vitamin C)

•301 Sodium ascorbate

•302 Calcium ascorbate

•303 Potassium ascorbate

•304 Ascorbyl palmitate

•306 Mixed tocopherols (vitamin E)

•307 dl-a-Tocopherol

•308 g-Tocopherol

•309 d-Tocopherol

•310 Propyl gallate DIHINDARI

•311 Octyl gallate DIHINDARI

•312 Dodecyl gallate DIHINDARI

•315 Erythorbic acid

•316 Sodium erythorbate

•319 tert-Butylhydroquinone, tBHQ DIHINDARI

•320 Butylated hydroxyanisole, BHA DIHINDARI

•321 Butylated hydroxytoluene, BHT DIHINDARI

•322 Lecithin (emulsifier) Gallates and TBHQ, BHA and BHT. Antioxidants 300-309.

•PENGASAM MAKANAN

•325 Sodium lactate

•326 Potassium lactate

•327 Calcium lactate

•328 Ammonium lactate

•329 Magnesium lactate

•330 Citric acid

•331 Sodium dihydrogen citrate

•331 Sodium citrate

•331 Sodium acid citrate

•332 Potassium citrates

•333 Calcium citrate

•334 Tartaric acid

•335 Sodium tartrate

•336 Potassium tartrate

•336 Potassium acid tartrate

•337 Potassium sodium tartrate

•338 Phosphoric acid

•Garam mineral

•339 Sodium phosphates

•340 Potassium phosphates

•341 Calcium phosphates

•342 Ammonium phosphates

•343 Magnesium phosphates

•Pengasam makanan Lainnya

•349 Ammonium malate

•350 DL-Sodium malates

•351 Potassium malate

•352 DL-Calcium malate

•353 Metatartaric acid

•354 Calcium tartrate

•355 Adipic acid

•357 Potassium adipate

•365 Sodium fumarate

•366 Potassium fumarate

•367 Potassium fumarate

•368 Ammonium fumarate

•375 Nicotinic acid, niacin (B vitamin)

•380 Triammonium citrate

•380 Ammonium citrate

•381 Ferric ammonium citrate

•385 Calcium disodium EDTA

•Vegetables gums and thickeners

•400 Alginic acid

•401 Sodium alginate

•402 Potassium alginate

•403 Ammonium alginate

•404 Calcium alginate

•405 Propylene glycol alginate

•406 Agar agar, isinglass

•407 Carrageenan

•407a Processed eucheuma seaweed

•409 Arabinogalactan

•410 Locust bean gum

•412 Guar gum

•413 Tragacanth

•414 Acacia

•415 Xanthan gum

•416 Karaya gum

•418 Gellan gum

•Humectants

•420 Sorbitol

•421 Mannitol

•422 Glycerin (glycerol)

•Emusifiers

•433 Polysorbate 80

•435 Polysorbate 60

•436 Polysorbate 65

•440 Pectin (also a vegetable gum)

•442 Ammonium salts of phosphatidic acid

•444 Sucrose acetate isobutyrate

•GARAM MINERAL LAINNYA

•450 Sodium pyrophosphate

•450 Sodium acid pyrophosphate

•450 Potassium pyrophosphate

•451 Sodium tripolyphosphate

•451 Potassium tripolyphosphate

•452 Sodium polyphosphates, glassy

•452 Sodium metaphosphate, insoluble

•452 Potassium polymetaphosphate

•460 Cellulose microcrystalline and powdered (anti-caking agent)

•BAHAN PENGERING

•461 Methylcellulose

•464 Hydroxypropyl methylcellulose

•465 Methyl ethyl cellulose

•466 Sodium carboxymethylcellulose

•EMULSIFIER

•470 Magnesium stearate (emulsifier, stabiliser)

•471 Mono- and di-glycerides of fatty acids

•472a Acetic and fatty acid esters of glycerol

•472b Lactic and fatty acid esters of glycerol

•472c Citric and fatty acid esters of glycerol

•472d Tartaric and fatty acid esters of glycerol

•472e Diacetyltartaric and fatty acid esters of glycerol

•473 Sucrose esters of fatty acids

•475 Polyglycerol esters of fatty acids

•476 Polyglycerol esters of interesterified ricinoleic acid

•477 Propylene glycol mono- and di-esters

•480 Dioctyl sodium sulphosuccinate

•481 Sodium stearoyl (or oleyl) lactylate

•482 Calcium stearoyl (or oleyl) lactylate

•491 Sorbitan monostearate

•492 Sorbitan tristearate

•GARAM MINERAL

•500 Sodium carbonate

•500 Sodium bicarbonate

•501 Potassium carbonates

•503 Ammonium carbonate

•503 Ammonium bicarbonate

•504 Magnesium carbonate (anti-caking agent, mineral salt)

•507 Hydrochloric acid (acidity regulator)

•508 Potassium chloride

•509 Calcium chloride

•510 Ammonium chloride

•511 Magnesium chloride

•512 Stannous chloride (colour retention agent)

•514 Sodium sulphate (mineral salt)

•515 Potassium sulphate (mineral salt)

•516 Calcium sulphate (flour treatment agent, mineral salt)

•518 Magnesium sulphate (mineral salt)

•519 Cupric sulphate (mineral salt)

•526 Calcium hydroxide (mineral salt)

•529 Calcium oxide (mineral salt)

•535 Sodium ferrocyanide (anti-caking agent)

•536 Potassium ferrocyanide (anti-caking agent)

•541 Sodium aluminium phosphate, acidic (acidity regulator, emulsifier)

•542 Bone phosphate (anti-caking agent)

•551 Silicon dioxide (anti-caking agent)

•552 Calcium silicate (anti-caking agent)

•553 Talc (anti-caking agent)

•554 Sodium aluminosilicate (anti-caking agent)

•556 Calcium aluminium silicate (anti-caking agent)

•558 Bentonite (anti-caking agent)

•559 Kaolin (anti-caking agent)

•570 Stearic acid (anti-caking agent)

•575 Gluconod-lactone (acidity regulator)

•577 Potassium gluconate (stabiliser)

•578 Calcium gluconate (acidity regulator)

•579 Ferrous gluconate (colour retention agent)

•BAHAN PENAMBAH RASA

•620 L-Glutamic acid DIHINDARI

•621 Monosodium L-glutamate (MSG) DIHINDARI AVOID

•622 Monopotassium L-glutamate DIHINDARI

•623 Calcium di-L-glutamate DIHINDARI

•624 Monoammonium L-glutamate DIHINDARI

•625 Magnesium di-L-glutamate DIHINDARI

•627 Disodium guanylate DIHINDARI

•631 Disodium inosinate DIHINDARI

•635 Disodium 5′-ribonucleotides DIHINDARI

•636 Maltol

•637 Ethyl maltol

•640 Glycine

•641 L-Leucine

•BAHAN ADITIF LAINNYA

•900 Dimethylpolysiloxane (emulsifier, antifoaming agent, anti- caking agent)

•901 Beeswax, white and yellow (glazing agent)

•903 Carnauba wax (glazing agent)

•904 Shellac, bleached (glazing agent)

•905a Mineral oil, white (glazing agent)

•905b Petrolatum (glazing agent)

•914 Oxidised polyethylene (Humectant)

•920 L-Cysteine monohydrochloride (flour treatment agent)

•925 Chlorine (flour treatment agent)

•926 Chlorine dioxide (flour treatment agent)

•928 Benzoyl peroxide (flour treatment agent)

•941 Nitrogen (propellant)

•942 Nitrous oxide (propellant)

•PEMANIS BUATAN

•950 Acesulphame potassium (artificial sweetening substance)

•951 Aspartame (Nutrasweet, Equal) (artificial sweetening substance) DIHINDARI

•The safety of aspartame with regard to brain tumours and others is not proven. Aspartame in diet”, “lite” and “no added sugar” products may increase appetite thus failing to assist weight loss. There are reports of addiction. Not recommended. Sugar is a natural alternative. Artificial sweeteners in general are unnecessary, artificial and not recommended.

•952 Sodium cyclamate (artificial sweetening substance)

•952 Cyclamic acid (artificial sweetening substance)

•952 Calcium cyclamate (artificial sweetening substance)

•953 Isomalt (humectant)

•954 Sodium saccharin (artificial sweetening substance)

•954 Saccharin (artificial sweetening substance)

•954 Calcium saccharin (artificial sweetening substance)

•955 Sucralose (artificial sweetening substance)

•956 Alitame (artificial sweetening substance)

•957 Thaumatin (flavour enhancer, artificial sweetening substance)

•965 Maltitol and maltitol syrup (humectant, stabiliser)

•966 Lactitol (humectant)

•967 Xylitol (humectant, stabiliser)

•1001 Choline salts and esters (emulsifier)

•1100 Amylases (flour treatment agent)

•1101 Proteases (papain, bromelain, ficin) (flour treatment agent, stabiliser, flavour enhancer)

•1102 Glucose oxidase (antioxidant)

•1104 Lipases (flavour enchancer)

•1105 Lysozyme (preservative)

•1200 Polydextrose (Humectant)

•1201 Polyvinylpyrrolidone (stabiliser, clarifying agent, dispersing agent)

•1202 Polyvinylpolypyrrolidone (colour stabiliser)

•Thickeners, vegetable gums

•1400 Dextrin roasted starch

•1401 Acid treated starch

•1402 Alkaline treated starch

•1403 Bleached starch

•1404 Oxidised starch

•1405 Enzyme-treated starches

•1410 Monostarch phosphate

•1412 Distarch phosphate

•1413 Phosphated distarch phosphate

•1414 Acetylated distarch phosphate

•1420 Starch acetate esterified with acetic anhydride

•1421 Starch acetate esterified with vinyl acetate

•1422 Acetylated distarch adipate

•1440 Hydroxypropyl starch

•1442 Hydroxypropyl distarch phosphate

•1450 Starch sodium octenylsuccinate

•1505 Triethyl citrate

•1518 Triacetin (humectant)

•1520 Propylene glycol (humectant)

•1521 Polyethylene glycol 8000 (antifoaming agent)



•Food additives by name

•Avoid additives in RED bold. Additives in italics are new and untested, avoid those also.

•Name Code Number

•Acacia (thickener, vegetable gum) 414

•Acesulphame potassium (artificial sweetener) 950

•Acetic acid, glacial (food acid) 260

•Acetic and fatty acid esters of glycerol (emulsifier) 472a

•Acetylated distarch adipate (thickener, vegetable gum) 1422

•Acetylated distarch phosphate (thickener, vegetable gum) 1414

•Acid treated starch (thickener, vegetable gum) 1401

•Activated vegetable carbon (colouring) 153

•Adipic acid (food acid) 355

•Agar (thickener, vegetable gum) 406

•Alginic acid (thickener, vegetable gum) 400

•Alitame (artificial sweetening substance) 956

•Alkaline treated starch (thickener, vegetable gum) 1402

•Alkanet (colouring) 103

•Allura red AC (CI 16035) (colouring) 129 DIHINDARI

•Amaranth (colouring) 123 DIHINDARI

•Ammonium acetate (food acid) 264

•Ammonium alginate (thickener, vegetable gum) 403

•Ammonium bicarbonate (mineral salt) 503

•Ammonium carbonate (mineral salt) 503

•Ammonium chloride (mineral salt) 510

•Ammonium citrate (food acid) 380

•Ammonium fumarate (food acid) 368

•Ammonium lactate (food acid) 328

•Ammonium malate (food acid) 349

•Ammonium phosphates (mineral salt) 342

•Ammonium salts of phosphatidic acid (emulsifier) 442

•Amylases (flour treatment agent) 1100

•Annatto extracts, bixin, norbixin (colouring) 160b DIHINDARI

•Anthocyanins (colouring) 163

•Arabinogalactan (thickener, vegetable gum) 409

•Ascorbic acid (antioxidant) 300

•Ascorbyl palmitate (antioxidant) 304

•Aspartame (Nutrasweet, Equal) (artificial sweetening substance) 951 DIHINDARI



•Azorubine, carmoisine (colouring) 122 DIHINDARI

•Beeswax, white and yellow (glazing agent) 901

•Beet red (colouring) 162

•Bentonite (anti-caking agent) 558

•Benzoic acid (preservative) 210 DIHINDARI

•Benzoyl peroxide (flour treatment agent) 928

•Bleached starch (thickener, vegetable gum) 1403

•Bone phosphate (anti-caking agent) 542

•Brilliant black BN (colouring) 151 DIHINDARI

•Brilliant blue FCF (colouring) 133 DIHINDARI

•Brown HT, chocolate brown (colouring) 155 DIHINDARI

•Butylated hydroxyanisole (antioxidant) 320 DIHINDARI

•Butylated hydroxytoluene (antioxidant) 321 DIHINDARI

•tert-Butylhydroquinone (antioxidant) 319 DIHINDARI

•Calcium acetate (food acid) 263

•Calcium alginate (thickener, vegetable gum) 404

•Calcium aluminium silicate (anti-caking agent) 556

•Calcium ascorbate (antioxidant) 302

•Calcium benzoate (preservative) 213 DIHINDARI

•Calcium carbonate (mineral salt, colouring) 170

•Calcium chloride (mineral salt) 509

•Calcium citrate (food acid) 333

•Calcium cyclamate (artificial sweetening substance) 952

•Calcium disodium EDTA (preservative) 385

•Calcium fumarate (food acid) 367

•Calcium hydroxide (mineral salt) 526

•Calcium gluconate (acidity regulator) 578

•Calcium di-L-glutamate (flavour enhancer) 623 DIHINDARI

•Calcium lactate (food acid) 327

•DL-Calcium malate (food acid) 352

•Calcium oleyl lactylate (emulsifier) 482

•Calcium oxide (mineral salt) 529

•Calcium phosphates (mineral salt) 341

•Calcium propionate (preservative) 282 DIHINDARI

•Calcium saccharin (artificial sweetening substance) 954

•Calcium silicate (anti-caking agent) 552

•Calcium sorbate (preservative) 203 DIHINDARI

•Calcium stearoyl lactylate (emulsifier) 482

•Calcium sulphate (flour treatment agent, mineral salt) 516

•Calcium tartrate (food acid) 354

•Caramel (colouring) 150

•Carbon blacks (colouring) 153

•Carbon dioxide (propellant) 290

•Carmines (colouring) 120

•Carnauba wax (glazing agent) 903

•b-apo-8′ Carotenal (colouring) 160e

•b-Carotene (colouring) 160a

•Carotene, others (colouring) 160

•b-apo-8′ Carotenoic acid methyl or ethyl ester (colouring) 160f

•Carrageenan (thickener, vegetable gum) 407

•Cellulose microcrystalline and powdered (anti-caking agent) 460

•Chlorine (flour treatment agent) 925

•Chlorine dioxide (flour treatment agency) 926

•Chlorophyll (colouring) 140

•Chlorophyll-copper complex (colouring) 141

•Choline salts and esters (emulsifier) 1001

•Citric acid (food acid) 330

•Citric and fatty acid esters of glycerol (emulsifier) 472c

•Cochineal (CI 75470) (colouring) 120

•Cupric sulphate (mineral salt) 519

•Curcumin (colouring) 100

•Cyclamic acid (artificial sweetening substance) 952

•L-Cysteine monohydrochloride (flour treatment agent) 920

•Dextrin roasted starch (thickener, vegetable gum) 1400

•Diacetyltartaric and fatty acid esters of glycerol (emulsifier) 472e

•Dimethyl dicarbonate (preservative) 242

•Dimethylpolysiloxane (emulsifier, antifoaming agent, anti-caking agent) 900

•Dioctyl sodium sulphosuccinate (emulsifier) 480

•Disodium guanylate (flavour enhancer) 627 DIHINDARI

•Disodium inosinate (flavour enhancer) 631 DIHINDARI

•Disodium 5′!-ribonucleotides (flavour enhancer) 635 DIHINDARI

•Distarch phosphate (thickener, vegetable gum) 1412

•Dodecyl gallate (antioxidant) 312

•Enzyme-treated starches (thickener, vegetable gum) 1405

•Erythorbic acid (antioxidant) 315

•Erythrosine (colouring) 127 DIHINDARI

•Ethyl maltol (flavour enhancer) 637

•Ferric ammonium citrate (food acid) 381

•Ferrous gluconate (colour retention agent) 579

•Food green S, acid brilliant green (colouring) 142 DIHINDARI

•Fumaric acid (food acid) 297

•Gellan gum (thickener, vegetable gum) 418

•Glucono G-lactone (acidity regulator) 575

•Glucose oxidase (antioxidant) 1102

•L-Glutamic acid (flavour enhancer) 620 DIHINDARI

•Glycerin (humectant) 422

•Glycine (flavour enhancer) 640

•Guar gum (thickener, vegetable gum) 412

•Hydrochloric acid (acidity regulator) 507

•Hydrolysed vegetable protein (HVP), hydrolysed plant protein (HPP), yeast extract contain MSG DIHINDARI

•Hydroxypropyl distarch phosphate (thickener, vegetable gum) 1442

•Hydroxypropyl methylcellulose (thickener, vegetable gum) 464

•Hydroxypropyl starch (thickener, vegetable gum) 1440

•Indigotine, indigo carmine (colouring) 132 DIHINDARI

•Iron oxide (black, red, yellow) (colouring) 172

•Isomalt (humectant) 953

•Karaya gum (thickener, vegetable gum) 416

•Kaolin (anti-caking agent) 559

•Lactic acid (food acid) 270

•Lactic and fatty acid esters of glycerol (emulsifier) 472b

•Lactitol (humectant) 966

•Lecithin (antioxidant, emulsifier) 322

•L-Leucine (flavour enhancer) 641

•Lipases (flavour enchancer) 1104

•Locust bean gum (thickener, vegetable gum) 410

•Lysozyme (preservative) 1105

•Magnesium carbonate (anti-caking agent, mineral salt) 504

•Magnesium chloride (mineral salt) 511

•Magnesium di-L-glutamate (flavour enhancer) 625 DIHINDARI

•Magnesium lactate (food acid) 329

•Magnesium phosphates (mineral salt) 343

•Magnesium stearate (emulsifier, stabiliser) 470

•Magnesium sulphate (mineral salt) 518

•Malic acid (food acid) 296

•Maltitol and maltitol syrup (humectant, stabiliser) 965

•Maltol (flavour enhancer) 636

•Mannitol (humectant) 421

•Metatartaric acid (food acid) 353

•Methyl ethyl cellulose (thickener, vegetable gum) 465

•Methylcellulose (thickener, vegetable gum) 461

•Methylparaben (preservative) 218

•Mineral oil, white (glazing agent) 905a

•Mono- and di-glycerides of fatty acids (emulsifier) 471

•Monoammonium L-glutamate (flavour enhancer) 624 DIHINDARI

•Monopotassium L-glutamate (flavour enhancer) 622 DIHINDARI

•Monosodium L-glutamate MSG (also in hydrolysed vegetable protein HVP) (flavour enhancer) 621 DIHINDARI

•Monostarch phosphate (thickener, vegetable gum) 1410

•Natamycin (preservative) 235

•Niacin (colour retention agent) 375

•Nisin (preservative) 234

•Nitrogen (propellant) 941

•Nitrous oxide (propellant) 942

•Octyl gallate (antioxidant) 311 DIHINDARI

•Oxidised polyethylene (Humectant) 914

•Oxidised starch (thickener, vegetable gum) 1404

•Pectin (vegetable gum) 440

•Petrolatum (glazing agent) 905b

•Phosphated distarch phosphate (thickener, vegetable gum) 1413

•Phosphoric acid (food acid) 338

•Polydextrose (Humectant) 1200

•Polyethylene glycol 8000 (antifoaming agent) 1521

•Polyglycerol esters of fatty acids (emulsifier) 475

•Polyglycerol esters of interesterified ricinoleic acid (emulsifier) 476

•Polysorbate 60 (emulsifier) 435

•Polysorbate 65 (emulsifier) 436

•Polysorbate 80 (emulsifier) 433

•Polyvinylpolypyrrolidone (colour stabiliser) 1202

•Polyvinylpyrrolidone (stabiliser, clarifying agent, dispersing agent) 1201

•Ponceau 4R, brilliant scarlet (colouring) 124 DIHINDARI

•Potassium acetate (food acid) 261

•Potassium acid tartrate (food acid) 336

•Potassium adipate (food acid) 357

•Potassium alginate (thickener, vegetable gum) 402

•Potassium ascorbate (antioxidant) 303

•Potassium benzoate (preservative) 212 DIHINDARI

•Potassium bisulphite (preservative) 228 DIHINDARI

•Potassium carbonates (mineral salt) 501

•Potassium chloride (mineral salt) 508

•Potassium citrates (food acid) 332

•Potassium ferrocyanide (anti-caking agent) 536

•Potassium fumarate (food acid) 366

•Potassium gluconate (stabiliser) 577

•Potassium lactate (food acid) 326

•Potassium malate (food acid) 351

•Potassium metabisulphite (preservative) 224 DIHINDARI

•Potassium nitrate (preservative, colour fixative) 252 DIHINDARI

•Potassium nitrite (preservative, colour fixative) 249 DIHINDARI

•Potassium phosphates (mineral salt) 340

•Potassium polymetaphosphate (mineral salts) 452

•Potassium propionate (preservative) 283 DIHINDARI

•Potassium pyrophosphate (mineral salts) 450

•Potassium sodium tartrate (food acid) 337

•Potassium sorbate (preservative) 202 DIHINDARI

•Potassium sulphate (mineral salt) 515

•Potassium sulphite (preservative) 225 DIHINDARI

•Potassium tartrate (food acid) 336

•Potassium tripolyphosphate (mineral salt) 451

•Processed eucheuma seaweed (thickener, vegetable gum) 407a

•Propionic acid (preservative) 280 DIHINDARI

•Propyl gallate (antioxidant) 310 DIHINDARI

•Propylene glycol (humectant) 1520

•Propylene glycol alginate (thickener, vegetable gum) 405

•Propylene glycol mono- and di-esters (emulsifier) 477

•Propylparaben (preservative) 216

•Proteases (papain, bromelain, ficin) (flour treatment agent, stabiliser, flavour enhancer) 1101

•Quinoline yellow (CI 47005) (colouring) 104 DIHINDARI

•Red 2G (colouring) 128 DIHINDARI

•Riboflavin (colouring) 101

•Riboflavin 5′!-phosphate sodium (colouring) 101

•Saccharin (artificial sweetening substance) 954

•Shellac, bleached (glazing agent) 904

•Silicon dioxide (anti-caking agent) 551

•Silver (colouring) 174

•Sodium acetate (food acid) 262

•Sodium acid citrate (food acid) 331

•Sodium acid pyrophosphate (mineral salt) 450

•Sodium alginate (thickener, vegetable gum) 401

•Sodium aluminium phosphate, acidic (acidity regulator, emulsifier) 541

•Sodium aluminosilicate (anti-caking agent) 554

•Sodium ascorbate (antioxidant) 301

•Sodium benzoate (Preservative) 211 DIHINDARI

•Sodium bicarbonate (mineral salt) 500

•Sodium bisulphite (preservative) 222 DIHINDARI

•Sodium carbonate (mineral salt) 500

•Sodium carboxymethylcellulose (thickener, vegetable gum) 466

•Sodium citrate (food acid) 331

•Sodium cyclamate (artificial sweetening substance) 952

•Sodium diacetate (food acid) 262

•Sodium dihydrogen citrate (food acid) 331

•Sodium erythorbate (antioxidant) 316

•Sodium ferrocyanide (anti-caking agent) 535

•Sodium fumarate (food acid) 365

•DL-Sodium malates (food acid) 350

•Sodium lactate (food acid) 325

•Sodium metabisulphite (preservative) 223 DIHINDARI

•Sodium metaphosphate, insoluble (mineral salt) 452

•Sodium nitrate (preservative, colour fixative) 251 DIHINDARI

•Sodium nitrite (preservative, colour fixative) 250 DIHINDARI

•Sodium phosphates (mineral salt) 339

•Sodium polyphosphates, glassy (mineral salt) 452

•Sodium propionate (preservative) 281 DIHINDARI

•Sodium pyrophosphate (mineral salt) 450

•Sodium saccharin (artificial sweetening substance) 954

•Sodium sorbate (preservative) 201 DIHINDARI

•Sodium stearoyl lactylate (emulsifier) 481

•Sodium sulphate (mineral salt) 514

•Sodium sulphite (preservative) 221 DIHINDARI

•Sodium tartrate (food acid) 335

•Sodium tripolyphosphate (mineral salt) 451

•Sorbic acid (preservative) 200 DIHINDARI

•Sorbitan monostearate (emulsifier) 491

•Sorbitan tristearate (emulsifier) 492

•Sorbitol (humectant) 420

•Stannous chloride (colour retention agent) 512

•Starch acetate esterified with acetic anhydride (thickener, vegetable gum) 1420

•Starch acetate esterified with vinyl acetate (thickener, vegetable gum) 1421

•Starch sodium octenylsuccinate (thickener, vegetable gum) 1450

•Stearic acid (anti-caking agent) 570

•Sucralose (artificial sweetening substance) 955

•Sucrose acetate isobutyrate (emulsifier, stabiliser) 444

•Sucrose esters of fatty acids (emulsifier) 473

•Sulphur dioxide (preservative) 220 DIHINDARI

•Sunset yellow FCF (colouring) 110 DIHINDARI

•Talc (anti-caking agent) 553

•Tannic acid (colouring) 181

•Tartaric acid (food acid) 334

•Tartaric and fatty acid esters of glycerol (emulsifier) 472d

•Tartrazine (colouring) 102 DIHINDARI

•Thaumatin (flavour enhancer, artificial sweetening substance) 957

•Titanium dioxide (colouring) 171

•dl-a-Tocopherol (antioxidant) 307

•d-Tocopherol (antioxidant) 309

•g-Tocopherol (antioxidant) 308

•Tocopherols concentrate, mixed (antioxidant) 306

•Tragacanth (thickener, vegetable gum) 413

•Triacetin (humectant) 1518

•Triammonium citrate (food acid) 380

•Triethyl citrate (thickener, vegetable gum) 1505

•Turmeric (colouring) 100

•Xanthan gum (thickener, vegetable gum) 415

•Xylitol (humectant, stabiliser) 967

•Xanthophylls (colouring)

• 161

•Yellow 2G (colouring) 107 DIHINDARI

Copyright © 2010, Koran Indonesia Sehat Information Education Network. All rights reserve

Bakteri Baru Superbug NDM-1 Mengancam Dunia, Tanpa Ada Obatnya

Pemberian antibiotika yang berlebihan dan tidak terkendali saat ini membuahkan akibatnya. Beberapa ahli kesehatan di penjuru dunia mulai menemukan sebuah bakteri superbug atau bakteri yang kebal terhadap antibiotika. Berbeda dengan berbagai temuan berbagai virus baru ganas seperti flu burung, SARS atau flu babi yang dapat sembuh sendiri. Bakteri ganas ini bila menjangkiti seseorang, maka orang tersebut akan terancam nyawanya tanpa ada obat atau antibiotika yang melawannya.
Sebuah bakteri “super” atau superbug yang bernama NDM-1 (New Delhi Metallo-beta-laktamase-1) telah muncul di India, Pakistan, Inggris, Amerika dan berbagai belahan dunia lainnya. Bakteri ini telah menyebar di rumah sakit Inggris, para ahli kesehatan dunia memperingatkan bakteri “super” ini bisa menjadi masalah besar di seluruh dunia.
Selain terdeteksi di Inggris, bakteri ini juga sudah ditemukan di Amerika Serikat,Kanada, Australia, Belanda dan Swedia. Ilmuwan Inggris menyebut bakteri ini tersebar akibat ulah para “wisatawan” medis yang kerap melakukan operasi plastik untuk kecantikan di Negara tersebut.
Para ilmuwan takut bakteri bernama NDM-1 (New Delhi Metallo-beta-laktamase-1) bisa dengan mudah di dalam bakteri seperti E.coli. Bila sampai terjadi bakteri ini bisa menyebar dengan cepat dan hampir mustahil untuk bisa diobati. Sebab,menurut para ilmuwan NDM-1 bisa mengubah bakteri, kebal terhadap antibiotik yang paling kuat carbapenems. “Ada sejumlah kasus di Inggris, namun sejauh ini sejumlah besar kasus tampaknya terkait dengan perjalanan dan perawatan rumah sakit di India,” kata Dr David Livermore, peneliti Inggris Health Protection Agency kepada BBC. ”Jenis resistensi ini telah menyebar sangat luas di sana.” Di Amerika Serikat kasus NDM-1 juga telah diidentifikasi antara bulan Januari dan Juni lalu, Wall Street Journal menuliskan soal ini.Menurut Pusat pengawasan pencengahan penyakit Amerika (Centers for Disease Control and Prevention) para pasien ini telah menjalani perawatan medis di India.

New Delhi Metallo-beta-laktamase atau NDM-1
New Delhi Metallo-beta-laktamase, atau NDM-1 adalah sebuah enzim yang jika ditemukan dalam bakteri umum seperti E. coli, salmonella dan k. pneumonia. Bakteri ini adalah yang paling resisten terhadap antibiotik. Koeadaan ini merupakan ancaman NDM-1 sangat serius bagi umat manusia di dunia. Keadaan ini secara pasti akan mengancam nyawa jutaan umat manusia bila tidak temuan antibiotika untuk menangkalnya. antibiotik yang dapat berdiri melawan super ini. Sebuah jalan terakhir dan sering harapan terakhir antibiotik, carbapenem. Sayangnya hingga saat ini bakteri supperbug NDM-1 ini benar-benar resisten terhadap antibiotik secanggih carbapenem. Hal itu membuat ilmuwan jadi kelabakan dan terus mengadakan [penelitian guna melawan bakteri ganas tanpa obat ini.

Pencegahannya
Sebaiknya saat ini bila tidak penting benar harus mempertimbangkan lebih dalam bila harus berpergian ke daerah yang telah dijangkiti bakteri superbug NDM-1 ini. Higiena sanitasi di lingkungan yang baik dengan menjaga kebersihan sangat diperlukan. menjaga da tahan tubuh dengan makan makanan bergizi , olahraga dan istirahat yang cukup adalah kunci utama menangkal penyakit ini.
Yang paling penting penggunaan antibiotika yang berlebihan harus segera dihentikan agar bakteri superbug lainnya tidak lahir lagi. Pemakaian antibiotika berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur atau disebut “superinfection”. Pemberian antibiotika yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut “superbugs”.
Pemberian antibiotika irasional atau berlebihan pada anak dan orang dewasa tampaknya memang semakin meningkat dan semakin mengkawatirkan. Pemberian antibiotika berlebihan atau pemberian irasional artinya penggunaan tidak benar, tidak tepat dan tidak sesuai dengan indikasi penyakitnya. Sebenarnya permasalahan ini dahulu juga dihadapi oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan 47,9% resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut.
Di Indonesia belum ada data resmi tentang pemberian antibiotika ini. Sehingga semua pihak saat ini tidak terusik atau tidak khawatir dan sepertinya tidak bermasalah. Berdasarkan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pemakaian antibiotika berlebihan di Indonesia baik jauh lebih banyak dan lebih mencemaskan.

sumber :
http://www.guardian.co.uk/ dan sumber lainnya

Kamis, 21 April 2011

Review Diskusi Pertanian: Quo Vadis Pertanian Indonesia-Lahan Beton

Kondisi Petani di Indonesia belum ada yang mendapatkan untung dari hasil pertanian mereka setiap kali panen selalu saja merugi selain karena hama juga dikarenakan harga pupuk yang mahal. Lahan garapan yang dimiliki petani semakin lama semakin sempit dan kebanyakan orang tidak ada yang ingin menjadi petani mahasiswa daru jurusan pertanian pun tidak lebih dari 10 orang yang berkeinginan untuk kembali menjadi petani menurut pengalaman ibu Sri Peni ketika menanyakan hal tersebut di depan mahasiswanya  di kampus. Pergeseran pemanfaatn lahan dari tanaman padi ke “tanaman Beton” semakin tak terbendung.
Hasil lahan garapan petani yang mampu membuat mereka untuk membeli rumah ataupun tanah di kota misalnya kini tidak bisa lagi dilakukan justru sebaliknya orang kota yang datang membeli lahan pertanian mereka dan dijadikan sebagai tanaman beton alias dijadikan gedung-gedung megah sehingga lahan pertanian menjadi semakin sempit. Dan saat ini petani lebih banyak menjadi petani penggrapa dan bukan menjadi pemilik lahan lagi dikarenakan peningkatan kebutuhan yang semakin tinggi seperti membiayai sekolah anak-anaknya ataupun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemilik lahan sekarang sudah beralih ke orang kota jadi mereka hanya penggarap saja ataupun digadaikan kepada etetangganya yang lebih mampu. Sangat ironis memang bahwa lahan pertanian sekarang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja yang dapat dihitung jari.
Menjadi Petani bukan hal yang menggiurkan untuk dijadikan pekerjaan, orang lebih banyak ke kota bekerja di kantoran maupun sektor lain. Kelas pekerjaan sebagai petani dianggap kelas rendahan, kesannya bahwa tidak ada orang yang bersih jadi petani karena kerjanya di lumpur (sawah). Berbeda dengan petani yang di Jerman yang digarap secara baik sehingga disana para petani menjadi bagus pertaniannya. Walaupun citra pertanian sangat bagus namun ketika orang diajak untuk menjadi petani tidak ada yang mau menurut penelitian ibu Sri Peni.
Pertanian seharusnya di pandang bukan hanya dari satu sisi saja tetapi dari berbagai sisi juga. Tidak Perlu kita semua menjadi petani tetapi bagaimana kita lebih menghargai pertanian tanpa harus menjadi petani. Memasukkan pertanian ke dalam kurikulum di sekolah telah dilakukan dan dijadikan bahan ajar namun masih sebatas muatan lokal saja karena masih di anggap “jadul”.
Kebijakan pemerintah di sektor pertanian seperti program ketahanan pangan ataupun intensifikasi pertanian memberi dampak yang besar dimana hampir di seluruh wilayah Indonesia menanam padi sehingga tidak ada diversifikasi, intensifikasi yang berlebihan dikarenakan penggunaan pupuk yang sangat berlebihan sehingga menimbulkan pencemaran atas tanah dan juga resistensi hama terhadap pestisida. Proyek sejuta hektar pada pemerintahan orde baru justru memberikan ruang untuk penggundulan hutan dikarenakan saluran irigasi dijadikan sebaga jalur pengangkutan kayu. Penggunaan pupuk secara berlebihan mendegradasi bahan organic yang ada didalam tanah sehingga menurunkan tingkat kesuburan tanah
Apa yang harus dilakukan? Perlu adanya revolusi dalam pertanian. Bagaimana merubah mindset kita tentang pertanian ataupun bagaimana memaknai pertanian itu sendiri.  Membangun pertanian harus dilakukan secara holistic karena banyak pihak yang mestinya terlibat.
Perlunya kembali ke lokal wisdom setiap daerah seperti di Papua dengan makan pokoknya sagu. Mengembangkan Pertanian alternatif seperti pertanian organik sehingga tidak perlu menggunakan pupuk secara berlebihan.  Adanya penelitian partisipatif yang melibatkan petani itu sendiri. Organisasi sangat penting untuk petani bukan bekerja sendiri-sendiri agar bisa mengatur hasil pertanian dan meningkatkan daya jual hasil pertanian mereka. Keengganan petani untuk berorganisasi masih kurang dikarenakan petani belum melihat manfaatnya jadi untuk membentuk organisasi yang ideal seharusnya petani diberikan pemahaman tentang manfaat tersebut sehingga mau berorganisasi.
Jangan menunggu Negara untuk melakukan perubahan yang bisa kita lakukan sekarang mari kita lakukan. Biarkan Negara mengurus hal lain saja.
Catatan:
Review Diskusi Pertanian Quo Vadis Pertanian Indonesia: Lahan Beton
Oleh Edy Juspar di Perpus Kota Yogyakarta, Rabu, 20 April 2011

Kamis, 14 April 2011

The 3rd DREaM International Students Summer Program

http://oia.ugm.ac.id/interface/

Global Sustainability Summer School 2011 in Brunei Darussalam

http://sustainability2011.myreviewroom.com/

Global Sustainability Summer School 2011 in Brunei Darussalam

In conjunction to the celebration of University Brunei Darussalam (UBD)’s 25th Anniversary and 100th Anniversary of IBM, they are now opening a recruitment for Global Sustainability Summer School. The school will provide an opportunity for students and speakers across the globe to engage each other in addressing the challenge of applying and adapting “broader principles of sustainability to locale-specific” solutions.

The two-week (10 working days) program will explore sustainability from the technology perspective with a particular focus on modeling and analysis. The program will also include hands-on demonstrations, interactive sections, field trips (to a pristine rainforest region) and group projects in addition to traditional lecture-style presentations.

Below are the general requirements for this program:
Applicants are welcome from all countries, solicited from advanced graduate students, post-doctoral fellows, junior and senior faculty discipline, as well as individuals from government agencies and the private sector, women minorities and students from developing countries are especially encouraged to apply.
Please register here for the online application.
Please submit these following documents as well:
Current resume or curriculum vitae: include a clear description of your current educational/professional status & list of publications (if any),
A statement of your current research interests and comments about why you want to attend the program, 1 – 2 pages in length,
Two letters of recommendation from faculty (for graduate student applications) or professional colleagues (for all other applicants). When you apply online please be prepared to provide e-mail addresses of the two individuals who will recommend you
No tuition is charged, 100% of housing and meals are covered. However, students are expected to provide their own travel funding.

Applications must be received by 22 April 2011 in Office of International Affairs UGM.

Source:
http://oia.ugm.ac.id/interface/?p=819

Rabu, 13 April 2011

TOT ESD Regional Jawa dan Kalimantan

TOT ESD Regional Jawa dan Kalimantan
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman Trawas Mojokerto
bekerjasama dengan Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL)
PPLH Seloliman Trawas, Mojokerto, 20-22 April 2011

Pendahuluan

Pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan atau yang dikenal dengan Environmental Sustainable Development adalah segala upaya yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi bahasan mengenai kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan serta pengendalian lingkungan.

Global warming atau pemanasan global saat ini menjadi  permasalahan yang seluruh dunia, semua ini adalah dampak dari aktifitas dan kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia baik dari sisi kegiatan pertanian, perkebunan, pertambangan, perindustrian dan lain sebagainya. Munculnya fenomenan perubahan iklim yang tidak menentu, bencana alam, kegagalan panen, dan masih banyak lagi gejala-gejala yang menunjukkan bahwa alam sudah mulai marah kepada kita akibat ulah kita sebagai manusia yang kurang memperhitungkan dampak negative terhadap pengelolaan lingkungan yang telah kita  lakukan.

Usaha-usaha penyelamatan lingkungan hidup kita dari kerusakan sudah dicoba dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari kalangan LSM, Pemerintah, Pemerhati Lingkungan, Sekolah-sekolah dan  bahkan sebagian masyarakat secara umum yang punya kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan hidup. Misalnya adanya aksi-aksi penanaman sejuta pohon, menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah, pengurangan pemakaian bahan kimia berbahaya pada pertanian, dan lain sebagainya. Namun ternyata belumlah cukup kuat untuk mengembalikan kelestarian lingkungan kita yang sudah terlanjjur rusak ini.

Melalui Pendidikan Lingkungan diharapkan dapat membantu menyelesaikan dan mencari pemecahan masalah yang terjadi saat ini. Pendidikan lingkungan bisa masuk dalam ekstra kurikuler atau bahkan menjadi bagian dari kurikulum sekolah, sehingga proses-proses penyadaran lingkungan bisa dimulai dari tingkat anak didik. Akan tetapi semua upaya tersebut tidaklah bisa berjalan dengan baik jika tanpa adanya dukungan dari semua pihak terutama pihak penentu kebijakan terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
Latar Belakang

Pendidikan sangatlah penting dalam pembangunan berkelanjutan. Pendidikan berkontribusi menyelesaikan masalah kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup, hak asasi manusia, konflik dan perubahan iklim. Pendidikan juga faktor penting dalam menumbuhkan ikatan sosial dan demokrasi. Namun pendidikan konvensional harus segera diubah untuk menjawab persoalan-persoalan kekinian. Pendekatan baru dibutuhkan untuk merubah gaya hidup, memobilisasi dukungan masyarakat dan swasta, membangun visi yang lebih ramah lingkungan dan menumbuh kembangkan solidaritas global.

Dalam kerangka Dekade Education for Sustainable Development (DESD) UNESCO, dibutuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan motivasi yang kuat untuk melakukan perubahan dalam sistem pendidikan (pengajaran, pembelajaran dan pengelolaan lembaga) yang dibutuhkan untuk merubah masyarakat menjadi lebih berkelanjutan. Kunci utamanya adalah transformasi. Kunci utama dalam proses transformasi tersebut adalah dengan mengenal lebih dalam konsep ESD dan menganalisis potensi-potensi lokal yang dimiliki untuk pengembangan lebih lanjut.

TOT ESD ini merupakan lanjutan pelatihan TOT ESD yang telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 di PPLH Seloliman Mojokerto. TOT ini diperuntukkan untuk peserta dari Jawa dan Kalimantan dengan pertimbangan efektivitas transportasi. Region Kalimantan cukup tersebar dan hampir semua penerbangan antar wilayah di Kalimantan kebanyakan harus melewati Jakarta (Pulau Jawa) sehingga diambil kesepakatan lebih efektif jika pelatihan dilaksanakan di Pulau Jawa saja.

Tujuan

Tujuan TOT ESD ( Training Of  Trainer Environmental Sustainable Development ) adalah:
  1. Meningkatkan kapasitas peserta dalam mengembangkan ESD di wilayahnya masing-masing

Goal
Menciptakan tenaga ahli ( pendidik ) dalam bidang pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan melalui dunia pendidikan baik secara formal maupun non formal demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.


Output

Pelaksana kegiatan:
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman bekerjasama dengan Jaringan Pendidikan Lingkungan Hidup (JPL)

Trainer: Fasilitator dari Jaringan Pendidikan Lingkungan dan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman
  1. Moch. Saleh
  2. Amalia Hamidi
  3. Sriyanto (Ko. Pendidikan PPLH Seloliman)

Kelompok  Sasaran
  • Trainer/fasilitator anggota Jaringan Pendidikan Lingkungan region Jawa dan Kalimantan
  • Guru/Dosen/Pendidik wilayah Jawa dan Kalimantan
  • Pemerintah, perusahaan dan praktisi lingkungan.

Gambaran Training
Dalam Training of trainer yang diselenggarakan selama  3 hari, peserta akan banyak diajak belajar dan memahami tentang konsep ESD (Education for Sustainable Development), mulai dari perbedaan EE&ESD, system thingking, perspektif, nilai-nilai active dalam pembelajaran ESD.

Sehingga peserta bisa memiliki gambaran tentang metode ESD itu sendiri, dan bagaimana aplikasinya juga akan dijelaskan dalam training kali ini. Contohnya dalam materi climate change dan pendidikan formal.

Waktu Pelaksanaan
TOT ESD Regional Jawa dan Kalimantan akan dilaksanakan pada 20-22 April 2011 selama 3 hari

Lokasi
Pelatihan TOT ESD Regional Jawa dan Kalimantan dilaksanakan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman Kec. Trawas, Mojokerto Jawa Timur.

Metodologi:  
Metodologi pelatihan dalam TOT selama 3 hari ini akan mengutamakan pembelajaran dengan interaksi aktif dengan memanfaatkan potensi lokal di sekitar lokasi pelatihan. Pelatihan akan mengkombinasikan analisis dan refleksi peserta di dalam dan di luar kelas. Pelatihan juga diperkaya dengan kunjungan lapangan sebagai salah satu latihan mempraktekkan teori-teori di kelas.

Pendaftaran dan Informasi
Biaya pelatihan sebesar Rp. 650.000/peserta
Termasuk :
  1. Akomodasi penginapan
  2. Konsumsi
  3. Coffee break
  4. Hand out materi
  5. Sertifikat

Prosedur Pendaftar Pelatihan
  1. Mengisi formulir pendaftaran yang sudah disediakan panitia
  2. Membayar biaya pendaftaran dengan cara ditransfer ke rekening
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman, di :
BNI Mojosari Mojokerto No. rek : 0147448343 a/n PPLH Seloliman, atau di
BCA KCP Mojosari Mojokerto, no rek : 6140201411 a/n Suroso atau Maimanah
  1. Kirimkan isian formulir pendaftaran dan bukti transfer melalu fax atau email PPLH Seloliman.

Kantor sekertariat pelatihan ESD region Jawa dan Kalimantan
PPLH Seloliman,
Desa Seloliman Kecamatan Trawas Mojokerto Jawa Timur
PO Box 16 Ngoro 61385
Telp/fax: 0321-6818754/7221045 ( Humas : Windy ), Nur Baudah ( 031 8297304 )
Contact Person Yanto; 081 515 911 611

Regional Jawa dan Kalimantan
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman Trawas Mojokerto
bekerja sama dengan Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL)
PPLH Seloliman Trawas, Mojokerto, April 2011

 


Hari I
12:00   Registrasi
14:00   Pembukaan seminar
            Perkenalan peserta, kontrak belajar
14:45   Materi: Hidup dalam satu planet
Concierto Evolution – visi masa depan
16:30   Break Ishoma
19:00   Perbedaan pengajaran EE & ESD
Apakah ESD itu?
Diskusi Kompetensi dalam ESD
21.00  Istirahat

Hari 2
 07.00   Sarapan
 08.00   Nilai-nilai ACTIVE
10.00    Break
10.15   Working with metaphors
Mother earth - system thinking
            The Mission - multidisciplinary thinking
12.00    Ishoma
13.00    Lanjutan
14.00   Climate Change (Perubahan Iklim)
15.30   Aktivitas di luar ruangan
17.00   Break
18:30   Makan malam
19:30   Metode pengintegrasian ESD
            Cornerstones of ESD
21:30   Diskusi

Day 3 
06.00   Jalan-jalan pagi (pplh-hutan-sumber air-sungai Maron)
            Aksi penanaman di DAS sungai Maron
07.30    Sarapan
08:30   Metode pengajaran dengan tema lokal
            Menghubungkan dengan masyarakat local
Whole School Approach (Pendekatan Sekolah secara Menyeluruh)
11.30   ISHOMA, packing
13.00   RTL
14.30   Penutupan