Luly Wahyuni. Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktivitas manusia yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia.
Sampah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan, oleh karena itu sistem pengelolaan persampahan terutama di daerah perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus, selain karena melihat dari timbulan sampah yang besar (kepadatan penduduk tinggi) juga terbatasnya lahan sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.
Menurut Arianto Wibowo & Darwin T Djajawinata (2002), Persampahan telah menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya.
Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat dari aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi . Terlebih dengan terus meningkatnya volume kegiatan penduduk perkotaan, lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga makin terbatas. Kondisi ini makin memburuk manakala pengelolaan sampah di masing - masing daerah masih kurang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan serta tidak terkoordinasi dengan baik.
Keberadaan sampah dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat karena sampah merupakan sarana dan sumber penularan penyakit. Sampah merupakan tempat yang ideal untuk sarang dan tempat berkembangbiaknya berbagai vektor penularan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor penular penyakit khususnya penyakit saluran pencernaan dalam hal ini adalah diare karena lalat mempunyai kebiasaan hidup di tempat kotor dan tertarik bau busuk seperti sampah basah.
Open dumping merupakan jenis pembuangan sampah akhir yang tidak saniter karena pada sampah basah dapat menjadi media yang baik untuk lalat dan tikus juga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta menimbulkan pemandangan yang tidak sedap. Jenis pembuangan sampah akhir dengan open dumping dapat menjadi media penularan penyakit sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan. Oleh karena itu penanganan sampah yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan seperti open dumping akan meningkatkan populasi lalat sehingga kemungkinan penyakit diare akan meningkat.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan pada tahun 2007, dalam rangka penangan Program Adipura yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) memperlihatkan bahwa 99,7% dari kota-kota yang dipantau masih menerapkan system pembuangan di TPA secara terbuka (Open Dumping), kurang dari 1 % yang menerapkan system control landfiil. Dari keseluruhan TPA yang menerapkan system pembuangan terbuka, sekitar 60 % yang memiliki lokasi TPA yang dapat digolongkan sebagai unmanaged disposal sites. Bahkan, diwilayah tertentu seperti Kalimantan dan Sulawesi, terdapat beberapa kota kecil yang memiliki tempat pembuangan akhir yang sulit dikategorikan sebagai TPA (www.slhi.sampah.com).
Sampah merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan, yang saat ini tengah dihadapi oleh Pemerintah Kota Makassar. Khususnya dalam pengelolaan sampah yang ada, kini seluruhnya dilakukan di TPA Tamangapa, yang berlokasi di kecamatan Manggala, dengan luas sekitar 14.3 Ha. menurut Data Status Lingkungan Hidup Daerah, timbulan sampah untuk Kota Makassar adalah 3918 m3 per hari (Bapedalda, 2004).
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Tamangapa dekat dengan pemukiman penduduk serta masih dibuang dengan cara terbuka. Dari observasi pendahuluan di pemukiman penduduk di sekitar lokasi TPA terlihat masih banyak lalat, hampir tidak ada jarak antara pemukiman penduduk dan TPA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.