TERIMA KASIH SELAMAT DATANG

Selamat menikmati lembar pengetahuan yang sederhana ini. Semoga bisa memberi manfaat kepada kita semua khususnya buat kami. Silahkan berbagi pengetahuan agar memberi kebaikan baik bagi diri maupun lingkungan sekitar kita.

Kamis, 21 April 2011

Review Diskusi Pertanian: Quo Vadis Pertanian Indonesia-Lahan Beton

Kondisi Petani di Indonesia belum ada yang mendapatkan untung dari hasil pertanian mereka setiap kali panen selalu saja merugi selain karena hama juga dikarenakan harga pupuk yang mahal. Lahan garapan yang dimiliki petani semakin lama semakin sempit dan kebanyakan orang tidak ada yang ingin menjadi petani mahasiswa daru jurusan pertanian pun tidak lebih dari 10 orang yang berkeinginan untuk kembali menjadi petani menurut pengalaman ibu Sri Peni ketika menanyakan hal tersebut di depan mahasiswanya  di kampus. Pergeseran pemanfaatn lahan dari tanaman padi ke “tanaman Beton” semakin tak terbendung.
Hasil lahan garapan petani yang mampu membuat mereka untuk membeli rumah ataupun tanah di kota misalnya kini tidak bisa lagi dilakukan justru sebaliknya orang kota yang datang membeli lahan pertanian mereka dan dijadikan sebagai tanaman beton alias dijadikan gedung-gedung megah sehingga lahan pertanian menjadi semakin sempit. Dan saat ini petani lebih banyak menjadi petani penggrapa dan bukan menjadi pemilik lahan lagi dikarenakan peningkatan kebutuhan yang semakin tinggi seperti membiayai sekolah anak-anaknya ataupun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemilik lahan sekarang sudah beralih ke orang kota jadi mereka hanya penggarap saja ataupun digadaikan kepada etetangganya yang lebih mampu. Sangat ironis memang bahwa lahan pertanian sekarang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja yang dapat dihitung jari.
Menjadi Petani bukan hal yang menggiurkan untuk dijadikan pekerjaan, orang lebih banyak ke kota bekerja di kantoran maupun sektor lain. Kelas pekerjaan sebagai petani dianggap kelas rendahan, kesannya bahwa tidak ada orang yang bersih jadi petani karena kerjanya di lumpur (sawah). Berbeda dengan petani yang di Jerman yang digarap secara baik sehingga disana para petani menjadi bagus pertaniannya. Walaupun citra pertanian sangat bagus namun ketika orang diajak untuk menjadi petani tidak ada yang mau menurut penelitian ibu Sri Peni.
Pertanian seharusnya di pandang bukan hanya dari satu sisi saja tetapi dari berbagai sisi juga. Tidak Perlu kita semua menjadi petani tetapi bagaimana kita lebih menghargai pertanian tanpa harus menjadi petani. Memasukkan pertanian ke dalam kurikulum di sekolah telah dilakukan dan dijadikan bahan ajar namun masih sebatas muatan lokal saja karena masih di anggap “jadul”.
Kebijakan pemerintah di sektor pertanian seperti program ketahanan pangan ataupun intensifikasi pertanian memberi dampak yang besar dimana hampir di seluruh wilayah Indonesia menanam padi sehingga tidak ada diversifikasi, intensifikasi yang berlebihan dikarenakan penggunaan pupuk yang sangat berlebihan sehingga menimbulkan pencemaran atas tanah dan juga resistensi hama terhadap pestisida. Proyek sejuta hektar pada pemerintahan orde baru justru memberikan ruang untuk penggundulan hutan dikarenakan saluran irigasi dijadikan sebaga jalur pengangkutan kayu. Penggunaan pupuk secara berlebihan mendegradasi bahan organic yang ada didalam tanah sehingga menurunkan tingkat kesuburan tanah
Apa yang harus dilakukan? Perlu adanya revolusi dalam pertanian. Bagaimana merubah mindset kita tentang pertanian ataupun bagaimana memaknai pertanian itu sendiri.  Membangun pertanian harus dilakukan secara holistic karena banyak pihak yang mestinya terlibat.
Perlunya kembali ke lokal wisdom setiap daerah seperti di Papua dengan makan pokoknya sagu. Mengembangkan Pertanian alternatif seperti pertanian organik sehingga tidak perlu menggunakan pupuk secara berlebihan.  Adanya penelitian partisipatif yang melibatkan petani itu sendiri. Organisasi sangat penting untuk petani bukan bekerja sendiri-sendiri agar bisa mengatur hasil pertanian dan meningkatkan daya jual hasil pertanian mereka. Keengganan petani untuk berorganisasi masih kurang dikarenakan petani belum melihat manfaatnya jadi untuk membentuk organisasi yang ideal seharusnya petani diberikan pemahaman tentang manfaat tersebut sehingga mau berorganisasi.
Jangan menunggu Negara untuk melakukan perubahan yang bisa kita lakukan sekarang mari kita lakukan. Biarkan Negara mengurus hal lain saja.
Catatan:
Review Diskusi Pertanian Quo Vadis Pertanian Indonesia: Lahan Beton
Oleh Edy Juspar di Perpus Kota Yogyakarta, Rabu, 20 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.